Jumat, 13 November 2015

sejarah pondok pesantren Gontor


Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur termsuk dalam salah satu pesantren besar di indonesia. Pesantren ini berdiri sejak sebelum kemerdekaan RI, yaitu pada tahun 1926. Sejak didirikan sampai sekarang pesantren ini telah melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional. Misalnya KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan satu simpul pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Pondok ini didirikan pada 12 Rabiul Awwal 1345H/20 September 1926 oleh tiga bersaudara yaitu K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani dan K.H. Imam Zarkasyi.

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Gontor

Pondok Modern Gontor berakar jauh ke abad 18 yaitu dari Pondok Tegalsari yang didirikan oleh Kiai Ageng Mohammad Besari (Bashori). Pesantren ini memiliki hubungan baik dengan Istana Kartasura setelah Pakubuwono II yang dibantu Kiai Ageng Mohammad Besari meraih tahtanya kembali, setelah sempat terusir dari keraton akibat pemberontakan pada 1742. Sebagai ungkapan terima kasih, Tegalsari ditetapkan oleh Pakubuwono II sebagai wilayah perdikan, yaitu daerah yang bebas dari segala kewajiban kepada kerajaan.
Santri Tegalsari saat itu datang dari berbagai kelas sosial, dari masyarakat biasa hingga kalangan keraton. Pesantren ini mencapai kemajuan pada masa kepemimpinan Kiai Kasan Anom Besari (1800-1862). Semenjak wafatnya, Tegalsari mengalami kemunduran walaupun masih tetap bertahan hingga saat ini.
Pada pertengahan abad ke-19, Tegalsari dipimpin Kiai Cholifah. Salah seorang santrinya yang cerdas dan baik yaitu R.M.H Sulaiman Jamalludin yang kemudian dijodohkan dengan dengan putri Kiai Cholifah.
R.M.H Jamalludin yang cucu dari Pangeran Hadiraja Sultan Kasepuhan Cirebon, diberi amanat untuk mendirikan pondok di sebuah desa, 3 km sebelah timur Pondok Tegalsari. Bersama 40 santri yang dibekalkan kepadanya, Jamalludin melakukan babad desa. Maklumlah kawasan yang dibuka itu adalah wilayah tak bertuan, lebat oleh pepohonan dan dihuni binatang liar. Kawasan itu sebelumnya dikenal sebagai sarang penyamun dan para warok. Dalam bahasa Jawa, tempat itu disebut enggon kotor atau tempat kotor. Dari nama inilah, muncul nama Gontor.

Pondok yang didirikan oleh Sulaiman Jamalludin ini berkembang pesat hingga generasi ketiga saat dipimpin oleh Kiai Santoso Anom Besari. Selanjutnya berbekal tekad bulat dan tanggung jawab melanjutkan perjuangan menegakkan agama, Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani dan Imam Zarkasyi membangun kembali Pondok Gontor warisan orang tuanya itu.

Undangan Raja Saud dari Arab Saudi kepada para pemimpin Islam di Indonesia untuk menghadiri Konferensi Umat Islam sedunia di Mekah pada 1926, juga menjadi salah satu pemicu pendirian Gontor.

Pertemuan para pemimpin umat dan tokoh Islam di Surabaya untuk menentukan kualifikasi utusan dari Indonesia yaitu mahir berbahasa Arab dan Inggris ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Akhirnya disepakati mengirim dua orang utusan yang ahli berbahasa Inggris yaitu HOS Cokroaminoto dan satunya lagi K.H. Mas Mansur yang mahir berbahasa Arab. Tahun itu juga, sepulang dari Mekkah, HOS Cokroaminoto menyampaikan pidato berisi ide-ide kebangkitan dunia Islam pada Konggres Umat Islam di Surabaya. Ide-ide yang disampaikannya adalah buah pemikiran tokoh pembaharu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.

Kesan pertemuan ini membekas pada pemuda Ahmad Sahal yang hadir pada pertemuan itu yang kemudian mendiskusikannya bersama kedua adiknya yaitu Zainuddin Fannani dan Imam Zarkasyi. Mereka kemudian mengambil langkah kongkret dengan adalah mendirikan Tarbiyat al Athfal (pendidikan anak-anak) di Gontor. Tarbiyat al Athfal mengajarkan materi-materi dasar agama Islam, bimbingan akhlak, kesenian, dan pengetahuan umum sesuai tingkat kebutuhan masyarakat saat itu. Di samping itu diajarkan pula cara bercocok tanam, beternak, pertukangan, bertenun dan berorganisasi.

Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon. Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI)
Adalah jenjang pendidikan menengah di Pondok Gontor yang setara dengan SMP dan SMA. Masa belajar dapat diselesaikan dengan empat tahun dan/atau enam tahun


Sumber :
http://islamiccenterr.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-berdirinya-pondok-pesantren.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar